Sejarah pulau simelu atefulawan di Aceh pada waktu “SMONG”
thn 1907 hari jum’at dan
thn 2004 hari minggu
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYWgnNKPPyiCc8QHItPO_trOieQcNr44wqXBZ1MIaqJ_zkrVh0Tde_jswI5TabtoFq7c8glgBRHy26eLYmZ56vMXpIFnz4911EsbVhL_-mSde9-qvLt3lPqlHg-8qe7yIexbdqmFczDzI/s1600/download+(2).jpg)
Gugusan Kepulauan Simeulue yang terdiri beberapa pulau besar dan kecil (± 40 buah) berada tepat di atas persimpangan tiga palung lautterbesar dunia, yakni pada pertemuan lempeng Asia dengan lempeng Australia dan lempeng Samudera Hindia. Sehingga pada saat terjadinya gempa bumi dan tsunami tanggal 26 Desember 2004 yang ber-episentrum di ujung barat Pulau Simeulue, pulau ini mengalami kerusakan sarana prasarana sangat parah. Namun jumlah korban jiwa akibat peristiwa tersebut relatif minim, hal ini disebabkan masyarakat setempat sudah mengenal secara turun temurun peristiwa yang disebut sebagai smong,karena peristiwa serupa yakni tsunami pernah terjadi pada tahun 1907 sehingga apabila terjadi gempa besar diikuti oleh surutnya air laut dari bibir pantai secara drastis dan mendadak, maka otomatis tanpa disuruh seluruh penduduk, tua muda, besar kecil laki-laki dan perempuan beranjak meninggalkan lokasi menuju tempat-tempat ketinggian atau perbukitan guna menghindar dari terjangan smong atau tsunami tersebut.
![]() |
Masyarakat Simeulue menyampaikan peringatan tradisional tsunami melalui ‘tutur’ secara turun temurun dari generasi ke generasi melalui cerita, nanga-nanga, sikambang dan nandong (seni tradisional Simeulue berupa dendang). Smong (nama lain dari tsunami dalam bahasa Simeulue), adalah sebuah bentuk pemahaman budaya yang telah mengalami proses pengendapan berpuluh tahun dalam memori kolektif masyarakat Pulau Simeulue. Karena telah menjadi memori kolektif maka smong telah menjadi bagian dari jati diri masyarakat Simeulue. Potongan syair tentang itu dapat ditemukan pada senandung pengantar tidur anak-anak di Pulau Simeulue.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiIUQHyitEgLqsVWpKdlTwRDwayCFiWNVgL8FQO0U1JszeK5vQHt5sM3u_wsWAVaALiHK3SV5aHqCH5L2gf_NI9QAyEy5xdj3P0PrFt-w34kYnlNqKERcv_9OVYU9tbqf7rR8NSGmCJn7E/s1600/download+(1).jpg)
Istilah smong dikenal masyarakat Simeulue setelah tragedi tsunami pada hari Jumat, 4 Januari 1907. Gempa disertai tsunami dahsyat yang terjadi di wilayah perairan Simeulue masih pada zaman penjajahan Hindia Belanda. Kejadian tsunami ini tercatat dalam buku Belanda S-GRAVENHAGE, MARTINUSNIJHOF, tahun 1916 yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgd5BVeDAOKORpzM-_fyTRvuPI1V48-wGLrCwb-G3s-Z8YiWN-4dfluLy5h4N5YKwMIlJF8KETdupPqx66u0-pkLQvayhEomDPxvwljo_QH7DBlhRCLoTDaYKRYUG0Zrib9TZrGqI9VT1M/s1600/images+(4).jpg)
Saat itu masyarakat Simeulue belum mengetahui perihal tsunami ini, laut yang tiba-tiba surut pasca gempa menjadi daya tarik bagi masyarakat pesisir pantai, karena ditemukannya banyak ikan-ikan yang terdampar. Sebagian besar penduduk pesisir berlarian ke arah pantai dan berebut ikan-ikan yang terdampar tersebut, namun secara mengejutkan tiba-tiba kemudian datanglah tsunami yang menderu-deru dari arah laut lepas, sebagian besar masyarakat meninggal atas kejadian itu. Dan sebagian yang selamat, menjadi saksi mata atas kejadian smong dan menuturkannya untuk generasi mendatang agar berhati-hati terhadap kejadian serupa.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinx0ilJj2Xw1wFUkDJqegVhOZAQUGoDxR4Nu2F5KYtbCRLt9LxgMyElPRJQMzAraSsb6ghHUqU2GM-G-dexpAbuZQt_tLilpljecbsSOhE57Cy8D3GfOMV5u5j3REE_C1UaeS2ZYqSKtI/s1600/images+(14).jpg)
Pada saat gempa dan tsunami Aceh tahun 2004 yang lalu di seluruh wilayah Kabupaten Simeulue lebih dari 1.700 rumah hancur tersapu tsunami, akan tetapi jumlah korban jiwa yang meninggal adalah 6 jiwa. Apabila diperkirakan di Pulau Simeulue rata-rata penghuni satu rumah adalah 5 jiwa, maka jumlah total manusia yang rumahnya diterjang tsunami lebih dari 8.500 jiwa. Atau sekitar 10 % dari total jumlah penduduk Kabupaten Simeulue. Hal ini berarti pada saat itu ada proses evakuasi besar-besaran dalam kurun waktu kurang dari 10 menit secara serempak di seluruh wilayah pantai Pulau Simeulue yang panjang garis pantainya mencapai 400 km. Mengingat bahwa infrastruktur telekomunikasi di Kabupaten Simeulue sangat terbatas maka peristiwa mobilisasi masa tersebut adalah peristiwa yang luar biasa.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_4vU2oDQBCOOJ7SVipwE8hk-oCoKi5DFooD_qs0TaetCxJem4RyzqHjJ4uXvi0UDiTdGHEduz2MIe-txDZH_FJKxyfnKRXQV1o5cHxBKXp2dzkQxQF_rl40ahVTuLP2qvzvRfMjeWnGM/s1600/images+(13).jpg)
Kejadian serupa itu hanya dapat dilakukan oleh sebuah pemahaman bersama yang kuat dengan persepsi yang sama terhadap satu objek tertentu. Sehingga pada saat kejadian yang sangat genting hal ini telah menjadi pengetahuan umum yang merata, yang dengan hanya satu sandi tertentu yang diucapkan maka hal tersebut akan menjadi gerakan massa yang sangat masif yang bergerak dengan kecepatan tinggi secara bersama-sama, walaupun mereka berada pada daerah yang terpisah-pisah.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4a2K7ie6C1JNOt0wDUIF_wlBNv5UvZoJa1QEEOwrWnWspBXMRAbyvZmkhpPFvP2trlWA8q6RDL7nNQiEplw5dUeFilukcIbZvbH8y2ADx6mg3ZWM8nDatOKQrrfURvPImTLTeXdUuFc8/s1600/download+(4).jpg)
Kata SMONG adalah kata sandi yang dipahami bersama oleh seluruh penduduk Pulau Simeulue untuk melukiskan terjadinya gelombang raksasa setelah terjadinya gempa besar. Mereka bukan hanya memahami kata tersebut saja, tetapi juga mereka memahami tindakan apa yang harus dilakukan apabila peristiwa tersebut terjadi. Ditengah tidak adanya sistem peringatan dini tsunami yang memadai, budaya smong yang merupakan salah satu bentuk kearifan lokal (local wisdom) masyarakat Kabupaten Simeulue telah mengambil alih fungsi teknologi. Dan terbukti pula budaya ini telah meyelamatkan masyarakat Kabupaten Simeulue dari bencana yang lebih besar. Masyarakat dunia yang juga mengetahui lemahnya sistem peringatan dini tsunami di sepanjang pantai barat Sumatera takjub melihat keajaiban yang terjadi di Pulau Simeulue. Hal ini kemudian mendorong masyarakat dunia melalui ISDR (International Strategy for Disaster Reduction) memberikan penghargaan SASAKAWA AWARD kepada masyarakat Kabupaten Simeulue. ISDR adalah lembaga dibawah Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nations) yang memberikan perhatian pada upaya-upaya masyarakat mengurangi kerusakan dan kerugian akibat bencana. Penghargaan tersebut diterima langsung oleh Bupati Simeulue Drs H Darmili mewakili seluruh masyarakat Kabupaten Simeulue pada tanggal 12 Oktober 2005 yang lalu di Bangkok, Thailand.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimHPdy-pREHse8RI_1BCLaRNs9HMpHE0MU3yAV533YmEGPGuiyuSkV28982V40z653D6ugizScLTLKour6kwZQueRG7eDOekWL3WUeis1dNI3ae5rNzSi1i3DA_gl9JSH3J4R2GpCm4Wo/s1600/images+(10).jpg)
Penghargaan tersebut adalah wujud pengakuan dunia internasional pada kekuatan budaya smong sebagai sistem peringatan dini tsunami. Budaya smong semakin menemukan pengakuan ditengah kondisi bahwa sebelum tsunami 26 Desember 2004, tidak ada sistem peringatan dini tsunami di sepanjang pantai barat Sumatera yang sangat rawan gempa dan tsunami. Ditinjau dari sisi linguistik, terbentuknya kata smong cukup dekat dengan bunyi yang mendengung saat ombak menyerang bergulung-gulung. Di masyarakat Simeulue, smong berarti ombak besar yang datang bergulung-gulung yang didahului oleh gempa yang sangat besar. Fenomena yang dikenal masyarakat dunia dengan istilah tsunami. Pemahaman tentang smong ini tertanam kuat dalam memori masyarakat Simeulue dari anak-anak sampai orang tua.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEio7CC7JoS8IxTRXZ5HqpmyQMpQ5rtGFRx5vix5lTPjP2VCX-kCOnUfizPVqlNcluI6u32BrWdKPKdSnOb2Y56GaSyBfQuVcJmUMvRgAIG9M0YFl_vPK-0usEHvHd-_JosfnM6OyVRdd9E/s1600/images+(9).jpg)
Kuatnya penanaman smong dalam ingatan masyarakat Simeulue menunjukkan bahwa smong telah mengalami proses pengendapan yang lama sehingga lambat laun menjadi memori kolektif dalam bentuk sistem nilai masyarakat. Dalam sistem masyarakat Simeulue, penyampaian sebuah pesan sampai tertanam menjadi memori kolektif masyarakat hanya bisa dilakukan melalui media lisan. Nandong sebagai sebuah seni tradisi lisan masyarakat Simeulue memegang fungsi penting dalam membangun memori kolektif tersebut. Dengan demikian nandong dalam masyarakat Simeulue tidak hanya menjalankan fungsi klasik pantun atau syair yaitu sebagai media penyampai isyarat, pendidikan, pencatat sejarah dan hiburan. Nandong telah sampai pada fungsi tertinggi budaya lisan yaitu pembangun memori kolektif masyarakat. Fungsi ini yang membuat nandong efektif membangun perilaku masyarakat Simeulue dalam merespon fenomena alam gempa bumi yang diikuti tsunami.
Berikut ini pantun atau syair tentang smong dalam bahasa Simeulue yang disampaikan secara turun temurun dalam menyikapi kewaspadaan dini terhadap kejadian tsunami :
Devayan
|
Sigulai
|
Indonesia
|
Enggel mon
sao curito
|
Longola
amba curito
|
Dengarlah
sebuah cerita
|
Inang maso
semonan
|
Pado zaman
nafe'e
|
Pada zaman
dahulu
|
Manoknop
sao fano
|
Tobanam
amba desa
|
Tenggelam
satu desa
|
Unen ne
alek linon
|
Ya lunen
afe dulu
|
Diawali
oleh gempa
|
Fesang
bakat ne mali
|
Lentuk
Bakat yu ekhi eba
|
Disusul
ombak yang besar sekali
|
Manoknop
sao hampong
|
Tobanam
amban gampung
|
Tenggelam
seluruh negeri
|
Tibo-tibo
mawi
|
Tibo -
tibo amak
|
Tiba-tiba
saja
|
Anga linon
ne mali
|
Bo dulu ni
abe le
|
Jika
gempanya kuat
|
Uwek
suruik sahuli
|
Idane yu
ata'a
|
Disusul
air yang surut
|
Maheya
mihawali
|
Rongkap
akhuli
|
Segeralah
cari
|
Fano me
singa tenggi
|
Banuami yu
ala wa
|
Tempat
kalian yang lebih tinggi
|
Ede smong
kahanne
|
Nak daya
emong deini
|
Itulah
smong namanya
|
Turiang da
nenekta
|
Curito
nenek moyang ta
|
Sejarah
nenek moyang kita
|
Miredem
teher ere
|
enuge ekhi
- ekhi
|
Ingatlah
ini betul-betul
|
Pesan dan
navi da
|
Amanah afe
nasehatla
|
Pesan dan
nasihatnya
|
Sumber : Data
Rekomendasi Tentang Pulau Semelu Atefulawan (PULAU YANG BERHATI EMAS)
Terimakasih
BalasHapusTarimokasih nau ahi
BalasHapusaku cantik tauu
BalasHapusikkehh ikeehh